Banner Besar Korean Stuff

Malioboro Yogyakarta & Gulali Jadul, Pengisi Memori yang Tersimpul

Konten [Tampil]

Malioboro Yogyakarta & Gulali Jadul, Pengisi Memori yang Tersimpul

2022 lalu, aku berkesempatan untuk mengunjungi kota istimewa, daerah mana lagi kalau bukan DIY Yogyakarta. Satu-satunya tempat yang aku kunjungi dan kayaknya jadi destinasi wajib adalah Malioboro Yogyakarta.

Tapi daripada disebut berkunjung, kayaknya lebih cocok disebut mampir sih, ya. Karena cuma sehari semalam, habis itu ya kembali lagi ke tempat asal, wkwkwk. Kalo kata orang Jawa “gak nduloni” yang berarti percuma. 

Padahal ada destinasi wisata ala Korea di Jogja yang bisa dikunjungi. Lumayan kan, bisa merasakan vibes negeri ginseng tuh gimana. 

Sehari tuh nggak cukup untuk mengeksplor Jogja yang berderet dengan bermacam destinasi wisata. Karena domisili ku yang lumayan jauh (banget) dari Jogja, setelah sesi “mampir” tersebut banyak sekali wacana-wacana untuk berkunjung kembali. Tapiiii, yang namanya wacana ya tetap akan jadi wacana! 

Apa Sih Istimewanya Malioboro Yogyakarta?

Dulu, aku sering bertanya “Emang istimewanya Malioboro Yogyakarta tuh apa sih kok sering dikunjungi wisatawan?” Setelah kesana, aku menemukan jawabannya! Bagiku, Malioboro kental banget budayanya. Tempatnya tuh kayak “Jogja banget” gitu. 

Kebetulan, selain Malioboro sebelumnya aku ke Sleman terlebih dahulu. Ngapain? Ada lah ya pokoknya, ehehe. Rasanya beda banget gitu, waktu di Sleman kayak di kota-kota biasa aja gitu. Apalagi kawasan yang ku singgahi kayaknya masuk ke kawasan semi elite. 

Kebanyakan di tiap rumah ada mobil. Beda lah pokoknya sama domisili ku yang ada di perbatasan kabupaten. Nah, beda dengan di Malioboro tadi yang lebih rame tapi kesan budayanya ada di setiap sudut. 

Setelah baca-baca dan mencari informasi, ternyata Jalan Malioboro berada di antara Tugu Pal Putih dan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pantesan aja budayanya tuh kenteeel banget. 

Apa itu Tugu Pal Putih? Itu loh tugu putih yang jadi ikon dari Yogyakarta. Yang biasanya mentereng di foto-foto atau infografis tentang Jogja. 

Selain dekat dengan keraton, ternyata pembangunan Malioboro juga berbarengan dengan keraton Jogja, lho. Istimewa sekali, bukan?

Berasal dari mana kata “Malioboro”? Kata tersebut, berasal dari nama salah seorang kolonial Inggris yang memiliki nama Marlborough. Beliau pernah tinggal di kawasan Malioboro pada tahun 1811 sampai 1816 M. 

Nah, sedangkan kalau dalam bahasa Sansekerta, kata “Malioboro” berarti karangan bunga. Dilansir dari pariwisata.jogjakota.go.id, sepertinya hal ini berhubungan dengan masa lalu saat keraton mengadakan acara besar, Jalan Malioboro akan dipenuhi dengan berbagai rangkaian bunga. Kebayang nggak sih cantiknya?

Antara Malioboro dan Gulali Jadul

Jalan Malioboro Yogyakarta nggak hanya sebuah jalan, disana kalian juga bisa belanja sepuasnya. Ada bermacam pedagang disana. Mulai dari baju, kerajinan hingga makanan. Ada khas Jogja ada juga sekedar pengusir lapar seperti bakso. 

Waktu itu, aku membeli beberapa oleh-oleh, salah satunya adalah bakpia yang merupakan oleh-oleh khas Jogja. Bakpia Jogja ada berbagai macam rasa dan kualitas. Ada yang biasa hingga premium. Untuk rasa ada kacang ijo, coklat, keju, stroberi dan lain-lain. 

Aku pernah dibelikan sepupu ku yang ada di Jogja oleh-oleh bakpia premium. Wuih enak banget! Beda sama bakpia 15 ribuan. Ku tanya harganya ternyata sekotak 50 ribu. Jelas sih ya, ada harga ada kualitas. 

Sayangnya, baru makan beberapa lupa ku tutup lagi, eh paginya udah ada cicak nangkring di dalamnya. Sayang banget bakpia 50 ribu ku, huhu

Candaaaa, kapan-kapan deh ya kalo wacana ke Jogja terealisasi entah kapan. Anggap aja shodaqoh bakpia premium ke cicak yang di dunianya nggak ada yang jualan bakpia. 

Setelah menelusuri pasar yang ada di Malioboro, tibalah saatnya untuk pulang. Sedih banget harus segera beranjak dari sesi “mampir” ini. 

Tapi, saat menunggu mobil kami di pinggir jalan, ada bapak-bapak pedagang gulali jadul yang lewat. Serasa ketemu harta karun! Karena gulali jadul ini udah jarang banget bisa ditemui. 

Dulu, waktu SD masih ada yang jual, baik itu gulali gula aren maupun gulali gula pasir. Sayangnya, nggak lama setelah pindah dari desa yang ku tempati, penjual gulali gula pasir tersebut meninggal. Alfatihah untuk beliau. 

Nah, gulali gula aren inilah yang bahkan sampai sekarang belum ku jumpai dimanapun. Bertemu dengan bapak-bapak pedagang gulali jadul pun jadi salah satu momen paling membahagiakan. 

Bukan hanya aku saja, rombongan kami pun sama bahagianya. Mana bentuknya lucu banget. Bentuknya menyerupai bunga mawar, dengan warna merah untuk kelopaknya dan warna coklat untuk daun dan batangnya. 

Sayangnya, aku nggak tau nih gulali tersebut bahan dasarnya pake gula pasir atau gula aren. Gula pasir kok bisa keras banget dan kurang mengkilap, tapi kalo gula aren kok ya kurang mengkilap juga.

Kebetulan, aku saat ini sedang mengikuti kelas kepenulisan yang diadakan oleh Komunitas Literasi Finansial yang disupport oleh BRI. Nah, untuk tema minggu ini adalah tentang momen. 

Kata Kak Agus selaku mentor, momen bisa digali dari foto-foto yang ada di galeri hp. Mulai deh aku ngubek-ngubek isi galeri dan bertemulah aku dengan foto dibawah ini. 

Malioboro Yogyakarta & Gulali Jadul, Pengisi Memori yang Tersimpul

Melihat fotonya saja, inget banget memori yang tersimpan dalam foto tersebut. Meskipun perjalanan kami saat itu adalah sebuah perjalanan singkat, namun memori yang dihasilkan nggak akan bisa dilupakan. 

Antara Malioboro Yogyakarta dan gulali jadul, tersimpan memori hangat yang tersimpul.

Okelah ya, mari kita sudahi tulisan mengenai kenangan manis tentang Malioboro Yogyakarta dan gulali jadul ini. Sampai jumpa di tulisan selanjutnya!

Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.

Sumber: pariwisata.jogjakota.go.id

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung di blog kami. Mohon jangan tinggalkan link hidup, ya! Jika meninggalkan link hidup mohon maaf komentar akan kami hapus.